14 Mar 07 08:16 WIB
Pilgub, Pembuktian Komitmen Umat
WASPADA Online
Oleh Ali Akbar M. Ag
Saat ini, menjelang Pemilihan Kepala Daerah Sumatera Utara telah ramai pemberitaan tentang tokoh-tokoh yang dicalonkan atau mencalonkan diri dan akan menduduki kursi jabatan kepemimpinan daerah ini. Hampir setiap hari semua terbitan media massa cetak memuat berbagai aktivitas mereka. Dengan tidak menyebutnya sebagai kampanye dini, nuansa dari fenomena istilah itu tetap kental terasa.
Telah menjadi hal yang dimaklumi bersama bahwa umat Islam yang menempati jumlah penganut terbesar di daerah Sumatera Utara ini. Meskipun demikian, ternyata umat Islam belum dapat dikatakan mampu menentukan arah dan corak pembangunan di daerah sendiri. Dengan istilah lain, tidak ada korelasi yang signifikan antara jumlah yang besar dengan jaminan kelapangan, keleluasaan, kesuksesan dan kesejahteraan kehidupan. Padahal, logikanya dengan aset yang demikian kuat (jumlah penganut yang besar) umat Islam mampu menguasai, menentukan dan mengarahkan setiap aspek dari kehidupan mereka. Mengapa bisa terjadi demikian, pasti ada masalah. Keruwetan masalah itu akan coba diurai secara singkat di bawah ini.
1. Persatuan Dan Kesatuan (Jama'ah)
Siapa pun tidak dapat memungkiri, saat ini umat Islam sedang bermasalah dengan persatuan dan kesatuannya. Walaupun ada konsep jamaah yang telah diterapkan oleh Nabi Muhammad SAW sejak awal mula gerakan dakwah beliau dan terbukti telah sukses di pentas peradaban dunia, namun umat saat ini seolah telah melupakannya bahkan, ada kesan menghapuskannya. Jamaah, hanya digunakan dalam konotasinya pada istilah salat yaitu salat berjamaah, tidak lebih. Padahal salat adalah miniatur kehidupan seorang muslim dalam setiap harinya. Malah, istilah jamaah islamiyah yang dihembuskan dari negeri seberang sana menjadi semacam stigma yang menjadi bumerang bagi umat. Mengapa ditekankan untuk berjamaah, itu tidak lain berarti dalam kehidupan seorang muslim di luar shalatpun umat harus berjamaah.
Tidak banyak yang dapat diharapkan dari kondisi umat yang terpecah belah seperti ini. Para ustadz sibuk dengan urusan ceramah dan kegiatan "dakwah" mereka, pemimpin negeri beserta pembantunya sibuk dengan urusan rapat dan kunjungan-kunjungan mereka, rakyat sibuk dengan urusan "cari makan" mereka belum lagi bencana dan musibah yang mereka hadapi. Wakil rakyat juga sibuk dengan urusan mereka di gedung megah. Semua sibuk dengan urusan sendiri. Pertemuan-pertemuan silaturahmi dilakukan hanya untuk kepentingan pragmatis sang sponsor dan tidak sampai pada hakikatnya yaitu menjalin komitmen bersama untuk menuju Allah SWT. Kalaupun dikatakan demikian, kita tetap merasa duka karena itu akhirnya teringkari.
Padahal, dengan jamaah Rasulullah SAW telah mengajarkan pola hidup yang memudahkan dan mensejahterakan. Dengan jamaah umat menghadapi masalah ekonominya, masalah sosialnya, masalah pendidikan dan sebagainya yang terhimpun dalam masalah pemilihan pemimpin untuk meningkatkan kualitas secara kolektif, bukan pribadi atau kelompok
2. Pengetahuan
Setiap kandidat berasal dari latarbelakang kehidupan, keluarga, kemampuan, motivasi serta visi dan misi yang berbeda-beda dalam mengikuti pencalonan kursi Cagub/Cawagub. Perlu penelusuran secara seksama terhadap berbagai latar belakang tersebut. Track record (catatan kehidupan) masing-masing pribadi kandidat dapat diketahui melalui media massa atau melihat langsung, maka sebagai warga negara yang merasa bertugas dan bertanggung jawab setiap rakyat harus mengetahui dengan mencari tahu bagaimana profil calon pemimpin mereka dan bagaimana para kandidat bersosialisasi dengan masyarakat di sekitarnya. Dari sanalah dapat diketahui seberapa besar komitmen serta ambisi seseorang untuk menjadi gubernur dan wakil gubernur. Istilah membeli kucing dalam karung tidak akan terjadi bila kita benar-benar mengetahui pribadi dan sosialisasi dirinya dan keluarganya. Tidak adanya atau kurangnya pengetahuan tentang hal ini mungkin yang menjadi salah satu masalah tersebut.
Begitu kompleksnya permasalahan yang tersisa dari pemerintahan daerah sebelumnya, membutuhkan visi dan misi yang kuat dan terwujud dalam teknis-teknis pelaksaan secara matang dan berkesinambungan. Dalam hal ini yang mampu kita amati dan nilai adalah langkah-langkah konkrit apa saja yang akan mereka lakukan untuk kemajuan dan kesejahteraan masyarakat Sumatera Utara ke depan.
3. Motivasi (niat) dalam memilih
Tidak dapat dipungkiri, para kandidat membangun ikatan-ikatan emosional, ikatan komersial bahkan magis- untuk mendulang suara konstituennya. Dengan menggunakan slogan-slogan yang dikemas apik sehingga menarik perhatian, dari mereka yang menggunakan simbol-simbol keagamaan, mengusung simbol-simbol kebudayaan sampai istilah "pemimpin yang keren". Boleh-boleh saja pemilih merasa sreg dengan seorang pemimpin karena merasa pas dengan suguhan berbagai iklan.
Namun ikatan logis rasional yang diperoleh dari informasi-informasi berbagai media mengenai Cagub/Cawagub adalah lebih mendekatkan kepada keberhasilan kita dalam memenangkan calon pemimpin yang mampu menghadapi segala masalah dalam pemerintahannya ke depan.
Didasari dengan keinginan untuk merubah tatanan kehidupan di negeri ini kepada yang lebih baik, niat memilih adalah yang paling utama dalam menghadapi pemilihan Gubernur. Dengan niat yang tulus mudah-mudahan dapat menjaring pemimpin yang setidaknya mampu membawa masyarakat Sumatera Utara pada kehidupan yang wajar dan layak, tidak perlu muluk-muluk. Jadi, bukan motivasi yang berhubungan dengan kepentingan pribadi dan pragmatis semata.
4. Memilih Yang Tepat
Berbagai fenomena yang terlihat sekarang ini, bahwa umat Islam secara meluas diperebutkan suaranya bagaikan memperebutkan sepotong kue. Manuver politik para kiai yang menggunakan fatwa-fatwa serta simbol-simbol keagamaan yang bagi sebahagian orang membingungkan. Terpecahnya elit politik islam kepada beberapa kubu. Kenyataan ini menjadikan umat Islam seperti terombang-ambing dalam menyikapi Pilkada Gubsu April 2008 yang akan datang.
Masyarakat dituntut untuk bersikap arif dan bijaksana serta tidak terpengaruh oleh berbagai isu politik yang mengambil keuntungan pribadi semata. Perlu pembedaan antara Islam formal dan substansial, bahwa Islam formal adalah menggunakan simbol-simbol keagamaan untuk kepentingan politik tertentu, sedangkan Islam substansial adalah Islam yang menjadi arah hidup dan aturan-aturan yang dijalankan dalam kehidupan sehari-hari.
Bila agama dimanfaatkan sebagai komoditas politik yang menghantarkan seseorang menjadi pemimpin (oportunis), akan lahir pemimpin yang penuh kepura-puraan. Kesempatan berkuasa akan dijadikan ajang pengembalian kerugian-kerugian yang selama ini telah dikorbankan untuk mengantarkannya pada kursi kegubernuran.
Pilihan yang tepat tentunya berbeda pada masing-masing pemilih, namun setelah melalui niat dan usaha untuk mengetahui, memahami pilihan yang terbaik, selanjutnya diperlukan sikap pasrah dan tetap melakukan kontrol/pengawasan pada jalannya pe-merintahan tersebut.
5. Peran Kontrol
Adalah naif bagi kita menyerahkan urusan berat bangsa ini pada pemimpin yang tidak memiliki integritas dan kepribadian pada rakyat. Mereka yang menjadikan kekuasaan sebagai tujuan dan bukan sebagai alat untuk mencapai tujuan bersama harus selalu ditekan dan dikritik. Bagaikan lingkaran, posisi kunci gubernur adalah posisi sentral dimana rakyat beredar mengitari di sekelilingnya. Memang, para pemimpin harusnya diberikan pemahaman bahwa jabatan kekuasaan bukanlah posisi yang tenang, sejuk dan nyaman. Sebaliknya, adalah kursi yang penuh dengan duri apabila tidak dijalankan dengan niat tulus dan kesungguhan.
Selain menjalankan peran kontrol/pengawasan, sebagai rakyat yang memiliki dan ikut serta dalam jalannya roda pemerintahan, yang terpenting tentunya adalah turut mendoakan agar para pemimpin itu tetap dalam komitmen memajukan bangsa.
Komitmen
Setidaknya, ketiadaan hal-hal yang di atas itulah yang menjadi penyebab masalah yang dihadapi umat saat ini. Walaupun umat disibukkan oleh kegiatan sehari-hari namun sebagai warga masyarakat dari suatu negara tentunya menginginkan tatanan hidup aman, damai dan sejahtera agar keberlangsungan kehidupan tetap terjaga. Tetap mengedepankan eksistensi keislaman mereka secara berkualitas dalam pentas peradaban di dunia. Oleh karena itu perhatian pada terbentuknya suatu komunitas beradab adalah harga mati yang tidak dapat ditawar-tawar lagi. Untuk sampai pada cita-cita tersebut secara bersama-sama diupayakan agar mendapatkan pemimpin umat yang kredibel dalam menjalankan tugas dan fungsinya memotori gerak untuk mensejahterakan umat pada khususnya dan masyarakat Sumatera Utara pada umumnya.
Idealnya, masyarakat juga tidak akan mau mengambil risiko sedikit pun dalam Pilkada Gubsu akan datang dengan memberi kesempatan pada setiap kandidat untuk menggunakan politik uang (money politics) seperti lumrah terjadi pada masa-masa sebelumnya. Karena dengan politik uang, jabatan dipandang tidak lebih dari sekedar barang yang diperjual belikan. Urusan jabatan adalah bisnis menguntungkan. Calon pejabat dalam hal ini tak ubahnya sebagai kapitalis yang ingin mengeruk keuntungan sebesar-besarnya. Oleh karena itu biasanya setelah menjabat, sang pembeli jabatan tersebut pasti akan fokus mengembalikan modal yang telah dikeluarkan (investasi) di awal masa jabatannya. Dengan demikian, komitmen, visi dan misi apa lagi yang tersisa dan diharapkan dari seorang pemimpin untuk masyarakatnya?.
April 2008 adalah saat-saat menentukan dalam Pemilihan Kepala Daerah sebagai event penting untuk menentukan arah pembangunan daerah Sumatera Utara. Tentunya harapan pada perubahan kepada yang lebih baik akan segera terwujud dan harapan itu tidak akan tercapai bila dipimpin oleh mereka yang menjadikan kekuasaan sebagai alat memperkaya dan memperbesar diri serta keluarga dan kerabatnya. Diperlukan kesamaan pandangan dan kenginginan untuk melahirkan pemimpin yang memiliki integritas kepribadian baik dan memihak rakyat.
Kekecewaan dan penyesalan akibat salah memilih orang yang tepat untuk dijadikan pemimpin tentunya tidak ingin terulang lagi dan lagi di masa yang akan datang. Sekali lagi, kebersamaan dan kekompakan atau kesatuan dan persatuan adalah modal dasar dalam hal ini.
Penutup
Kalau saat ini sedang marak berita tentang Cagub dan Cawagub, tidak ada salahnya bila berbagai pemberitaan itu dapat memberi efek positif bagi masyarakat yaitu mengingatkan akan tugas dan tanggung jawab mereka sebagai pihak yang paling menentukan kesuksesan pemilihan. Dengan demikian masyarakat memiliki tenggat waktu yang cukup untuk bersiap-siap menghadapi tugas dan tanggung jawabnya yang ditunaikan hanya lima tahun sekali.
Kesiapan tersebut penting, karena akan menentukan Sumatera Utara lima tahun ke depan bahkan tahun-tahun berikutnya. Pastinya, masyarakat tidak akan memberikan suaranya pada orang yang dianggap tidak layak, tidak berkompeten atau memiliki cacat riwayat hidup. Sebagai pemimpin masyarakat Sumatera Utara, calon Gubernur Sumatera Utara adalah orang yang paham betul akan masalah-masalah daerah, solusi tepat penyelesaiannya dan potensi-potensi kedaerahan yang menantang untuk diekspos hingga go International. Walaupun momentum yang akan kita sambut yaitu pemilihan kepala daerah langsung (Pilkada) April 2008 merupakan pemilihan kepala daerah secara langsung yang baru pertama kali kita lakukan, namun itu adalah kesempatan bagi kita sebagai warga negara untuk membuktikan tugas dan tanggung jawab tersebut.
* Penulis adalah Dosen di IAIN Sumatera Utara.
Pilgub, Pembuktian Komitmen Umat
WASPADA Online
Oleh Ali Akbar M. Ag
Saat ini, menjelang Pemilihan Kepala Daerah Sumatera Utara telah ramai pemberitaan tentang tokoh-tokoh yang dicalonkan atau mencalonkan diri dan akan menduduki kursi jabatan kepemimpinan daerah ini. Hampir setiap hari semua terbitan media massa cetak memuat berbagai aktivitas mereka. Dengan tidak menyebutnya sebagai kampanye dini, nuansa dari fenomena istilah itu tetap kental terasa.
Telah menjadi hal yang dimaklumi bersama bahwa umat Islam yang menempati jumlah penganut terbesar di daerah Sumatera Utara ini. Meskipun demikian, ternyata umat Islam belum dapat dikatakan mampu menentukan arah dan corak pembangunan di daerah sendiri. Dengan istilah lain, tidak ada korelasi yang signifikan antara jumlah yang besar dengan jaminan kelapangan, keleluasaan, kesuksesan dan kesejahteraan kehidupan. Padahal, logikanya dengan aset yang demikian kuat (jumlah penganut yang besar) umat Islam mampu menguasai, menentukan dan mengarahkan setiap aspek dari kehidupan mereka. Mengapa bisa terjadi demikian, pasti ada masalah. Keruwetan masalah itu akan coba diurai secara singkat di bawah ini.
1. Persatuan Dan Kesatuan (Jama'ah)
Siapa pun tidak dapat memungkiri, saat ini umat Islam sedang bermasalah dengan persatuan dan kesatuannya. Walaupun ada konsep jamaah yang telah diterapkan oleh Nabi Muhammad SAW sejak awal mula gerakan dakwah beliau dan terbukti telah sukses di pentas peradaban dunia, namun umat saat ini seolah telah melupakannya bahkan, ada kesan menghapuskannya. Jamaah, hanya digunakan dalam konotasinya pada istilah salat yaitu salat berjamaah, tidak lebih. Padahal salat adalah miniatur kehidupan seorang muslim dalam setiap harinya. Malah, istilah jamaah islamiyah yang dihembuskan dari negeri seberang sana menjadi semacam stigma yang menjadi bumerang bagi umat. Mengapa ditekankan untuk berjamaah, itu tidak lain berarti dalam kehidupan seorang muslim di luar shalatpun umat harus berjamaah.
Tidak banyak yang dapat diharapkan dari kondisi umat yang terpecah belah seperti ini. Para ustadz sibuk dengan urusan ceramah dan kegiatan "dakwah" mereka, pemimpin negeri beserta pembantunya sibuk dengan urusan rapat dan kunjungan-kunjungan mereka, rakyat sibuk dengan urusan "cari makan" mereka belum lagi bencana dan musibah yang mereka hadapi. Wakil rakyat juga sibuk dengan urusan mereka di gedung megah. Semua sibuk dengan urusan sendiri. Pertemuan-pertemuan silaturahmi dilakukan hanya untuk kepentingan pragmatis sang sponsor dan tidak sampai pada hakikatnya yaitu menjalin komitmen bersama untuk menuju Allah SWT. Kalaupun dikatakan demikian, kita tetap merasa duka karena itu akhirnya teringkari.
Padahal, dengan jamaah Rasulullah SAW telah mengajarkan pola hidup yang memudahkan dan mensejahterakan. Dengan jamaah umat menghadapi masalah ekonominya, masalah sosialnya, masalah pendidikan dan sebagainya yang terhimpun dalam masalah pemilihan pemimpin untuk meningkatkan kualitas secara kolektif, bukan pribadi atau kelompok
2. Pengetahuan
Setiap kandidat berasal dari latarbelakang kehidupan, keluarga, kemampuan, motivasi serta visi dan misi yang berbeda-beda dalam mengikuti pencalonan kursi Cagub/Cawagub. Perlu penelusuran secara seksama terhadap berbagai latar belakang tersebut. Track record (catatan kehidupan) masing-masing pribadi kandidat dapat diketahui melalui media massa atau melihat langsung, maka sebagai warga negara yang merasa bertugas dan bertanggung jawab setiap rakyat harus mengetahui dengan mencari tahu bagaimana profil calon pemimpin mereka dan bagaimana para kandidat bersosialisasi dengan masyarakat di sekitarnya. Dari sanalah dapat diketahui seberapa besar komitmen serta ambisi seseorang untuk menjadi gubernur dan wakil gubernur. Istilah membeli kucing dalam karung tidak akan terjadi bila kita benar-benar mengetahui pribadi dan sosialisasi dirinya dan keluarganya. Tidak adanya atau kurangnya pengetahuan tentang hal ini mungkin yang menjadi salah satu masalah tersebut.
Begitu kompleksnya permasalahan yang tersisa dari pemerintahan daerah sebelumnya, membutuhkan visi dan misi yang kuat dan terwujud dalam teknis-teknis pelaksaan secara matang dan berkesinambungan. Dalam hal ini yang mampu kita amati dan nilai adalah langkah-langkah konkrit apa saja yang akan mereka lakukan untuk kemajuan dan kesejahteraan masyarakat Sumatera Utara ke depan.
3. Motivasi (niat) dalam memilih
Tidak dapat dipungkiri, para kandidat membangun ikatan-ikatan emosional, ikatan komersial bahkan magis- untuk mendulang suara konstituennya. Dengan menggunakan slogan-slogan yang dikemas apik sehingga menarik perhatian, dari mereka yang menggunakan simbol-simbol keagamaan, mengusung simbol-simbol kebudayaan sampai istilah "pemimpin yang keren". Boleh-boleh saja pemilih merasa sreg dengan seorang pemimpin karena merasa pas dengan suguhan berbagai iklan.
Namun ikatan logis rasional yang diperoleh dari informasi-informasi berbagai media mengenai Cagub/Cawagub adalah lebih mendekatkan kepada keberhasilan kita dalam memenangkan calon pemimpin yang mampu menghadapi segala masalah dalam pemerintahannya ke depan.
Didasari dengan keinginan untuk merubah tatanan kehidupan di negeri ini kepada yang lebih baik, niat memilih adalah yang paling utama dalam menghadapi pemilihan Gubernur. Dengan niat yang tulus mudah-mudahan dapat menjaring pemimpin yang setidaknya mampu membawa masyarakat Sumatera Utara pada kehidupan yang wajar dan layak, tidak perlu muluk-muluk. Jadi, bukan motivasi yang berhubungan dengan kepentingan pribadi dan pragmatis semata.
4. Memilih Yang Tepat
Berbagai fenomena yang terlihat sekarang ini, bahwa umat Islam secara meluas diperebutkan suaranya bagaikan memperebutkan sepotong kue. Manuver politik para kiai yang menggunakan fatwa-fatwa serta simbol-simbol keagamaan yang bagi sebahagian orang membingungkan. Terpecahnya elit politik islam kepada beberapa kubu. Kenyataan ini menjadikan umat Islam seperti terombang-ambing dalam menyikapi Pilkada Gubsu April 2008 yang akan datang.
Masyarakat dituntut untuk bersikap arif dan bijaksana serta tidak terpengaruh oleh berbagai isu politik yang mengambil keuntungan pribadi semata. Perlu pembedaan antara Islam formal dan substansial, bahwa Islam formal adalah menggunakan simbol-simbol keagamaan untuk kepentingan politik tertentu, sedangkan Islam substansial adalah Islam yang menjadi arah hidup dan aturan-aturan yang dijalankan dalam kehidupan sehari-hari.
Bila agama dimanfaatkan sebagai komoditas politik yang menghantarkan seseorang menjadi pemimpin (oportunis), akan lahir pemimpin yang penuh kepura-puraan. Kesempatan berkuasa akan dijadikan ajang pengembalian kerugian-kerugian yang selama ini telah dikorbankan untuk mengantarkannya pada kursi kegubernuran.
Pilihan yang tepat tentunya berbeda pada masing-masing pemilih, namun setelah melalui niat dan usaha untuk mengetahui, memahami pilihan yang terbaik, selanjutnya diperlukan sikap pasrah dan tetap melakukan kontrol/pengawasan pada jalannya pe-merintahan tersebut.
5. Peran Kontrol
Adalah naif bagi kita menyerahkan urusan berat bangsa ini pada pemimpin yang tidak memiliki integritas dan kepribadian pada rakyat. Mereka yang menjadikan kekuasaan sebagai tujuan dan bukan sebagai alat untuk mencapai tujuan bersama harus selalu ditekan dan dikritik. Bagaikan lingkaran, posisi kunci gubernur adalah posisi sentral dimana rakyat beredar mengitari di sekelilingnya. Memang, para pemimpin harusnya diberikan pemahaman bahwa jabatan kekuasaan bukanlah posisi yang tenang, sejuk dan nyaman. Sebaliknya, adalah kursi yang penuh dengan duri apabila tidak dijalankan dengan niat tulus dan kesungguhan.
Selain menjalankan peran kontrol/pengawasan, sebagai rakyat yang memiliki dan ikut serta dalam jalannya roda pemerintahan, yang terpenting tentunya adalah turut mendoakan agar para pemimpin itu tetap dalam komitmen memajukan bangsa.
Komitmen
Setidaknya, ketiadaan hal-hal yang di atas itulah yang menjadi penyebab masalah yang dihadapi umat saat ini. Walaupun umat disibukkan oleh kegiatan sehari-hari namun sebagai warga masyarakat dari suatu negara tentunya menginginkan tatanan hidup aman, damai dan sejahtera agar keberlangsungan kehidupan tetap terjaga. Tetap mengedepankan eksistensi keislaman mereka secara berkualitas dalam pentas peradaban di dunia. Oleh karena itu perhatian pada terbentuknya suatu komunitas beradab adalah harga mati yang tidak dapat ditawar-tawar lagi. Untuk sampai pada cita-cita tersebut secara bersama-sama diupayakan agar mendapatkan pemimpin umat yang kredibel dalam menjalankan tugas dan fungsinya memotori gerak untuk mensejahterakan umat pada khususnya dan masyarakat Sumatera Utara pada umumnya.
Idealnya, masyarakat juga tidak akan mau mengambil risiko sedikit pun dalam Pilkada Gubsu akan datang dengan memberi kesempatan pada setiap kandidat untuk menggunakan politik uang (money politics) seperti lumrah terjadi pada masa-masa sebelumnya. Karena dengan politik uang, jabatan dipandang tidak lebih dari sekedar barang yang diperjual belikan. Urusan jabatan adalah bisnis menguntungkan. Calon pejabat dalam hal ini tak ubahnya sebagai kapitalis yang ingin mengeruk keuntungan sebesar-besarnya. Oleh karena itu biasanya setelah menjabat, sang pembeli jabatan tersebut pasti akan fokus mengembalikan modal yang telah dikeluarkan (investasi) di awal masa jabatannya. Dengan demikian, komitmen, visi dan misi apa lagi yang tersisa dan diharapkan dari seorang pemimpin untuk masyarakatnya?.
April 2008 adalah saat-saat menentukan dalam Pemilihan Kepala Daerah sebagai event penting untuk menentukan arah pembangunan daerah Sumatera Utara. Tentunya harapan pada perubahan kepada yang lebih baik akan segera terwujud dan harapan itu tidak akan tercapai bila dipimpin oleh mereka yang menjadikan kekuasaan sebagai alat memperkaya dan memperbesar diri serta keluarga dan kerabatnya. Diperlukan kesamaan pandangan dan kenginginan untuk melahirkan pemimpin yang memiliki integritas kepribadian baik dan memihak rakyat.
Kekecewaan dan penyesalan akibat salah memilih orang yang tepat untuk dijadikan pemimpin tentunya tidak ingin terulang lagi dan lagi di masa yang akan datang. Sekali lagi, kebersamaan dan kekompakan atau kesatuan dan persatuan adalah modal dasar dalam hal ini.
Penutup
Kalau saat ini sedang marak berita tentang Cagub dan Cawagub, tidak ada salahnya bila berbagai pemberitaan itu dapat memberi efek positif bagi masyarakat yaitu mengingatkan akan tugas dan tanggung jawab mereka sebagai pihak yang paling menentukan kesuksesan pemilihan. Dengan demikian masyarakat memiliki tenggat waktu yang cukup untuk bersiap-siap menghadapi tugas dan tanggung jawabnya yang ditunaikan hanya lima tahun sekali.
Kesiapan tersebut penting, karena akan menentukan Sumatera Utara lima tahun ke depan bahkan tahun-tahun berikutnya. Pastinya, masyarakat tidak akan memberikan suaranya pada orang yang dianggap tidak layak, tidak berkompeten atau memiliki cacat riwayat hidup. Sebagai pemimpin masyarakat Sumatera Utara, calon Gubernur Sumatera Utara adalah orang yang paham betul akan masalah-masalah daerah, solusi tepat penyelesaiannya dan potensi-potensi kedaerahan yang menantang untuk diekspos hingga go International. Walaupun momentum yang akan kita sambut yaitu pemilihan kepala daerah langsung (Pilkada) April 2008 merupakan pemilihan kepala daerah secara langsung yang baru pertama kali kita lakukan, namun itu adalah kesempatan bagi kita sebagai warga negara untuk membuktikan tugas dan tanggung jawab tersebut.
* Penulis adalah Dosen di IAIN Sumatera Utara.
loading...
No comments:
Post a Comment