PERNYATAAN MENYAMBUT HARI KEBEBASAN PERS DUNIA (WORLD PRESS FREEDOM DAY)-3 Mei 2005
ANCAMAN TERHADAP KEBEBASAN PERS DILAKUKAN SECARA LEGAL
“Setiap orang memiliki hak atas kebebasan menyampaikan pendapat dan berekspresi; hak tersebut meliputi pula kebebasan untuk menyampaikan pandangannya tanpa campur tangan dan hak untuk mencari, memperoleh dan menyebarkan informasi dan gagasan melalui media apapun serta tanpa ada batasan apapun juga” (Pasal 19 Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia)
Jika pada era Orde Baru lalu pengekangan pers dilakukan lembaga-lembaga pemerintah, seperti Departemen Penerangan dengan SIUPP-nya, Kepolisian dan militer dengan intimidasi melalui telpon dan mendatangi kantor redaksi, kini kebebasan pers diancam dengan RUU Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP). Represi pada kebebasan pers makin nyata. AJI JAKARTA bersama Koalisi Pembela Pasal 28 UUD 1945 menemukan bahwa dalam RUU KUHP terdapat 49 pasal yang bisa digunakan untuk memenjarakan wartawan. Jumlah pasal tersebut lebih banyak dari pasal yang ada dalam KUHP yang sekarang berlaku, yakni 37 pasal.
Diantara 49 pasal RUU KUHP yang membahayakan kebebasan pers tersebut adalah pasal-pasal yang berkaitan dengan keamanan negara. Pasal-pasal serupa juga sudah ada dalam KUHP lama (yang diundangkan sejak tahun 1915 oleh pemerintah kolonial Belanda) dan seharusnya sudah dicabut karena bertentangan dengan demokrasi dan Hak Asasi Manusia. Pasal itu diantaranya:
-Pasal 218 yang berbunyi: “Setiap orang tanpa wewenang membuat, mengumpulkan, mempunyai, menyimpan, menyembunyikan, atau mengangkut gambar potret, gambar lukis atau gambar tangan, pengukuran, penulisan, keterangan, atau petunjuk lain mengenai suatu hal yang bersangkutan dengan kepentingan pertahanan keamanan negara, dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau denda paling banyak Kategori III.”
-Pasal 226 yang berbunyi: “Setiap orang yang mengumumkan, memberitahukan, atau memberikan surat, berita, atau keterangan mengenai suatu hal kepada negara asing atau organisasi asing, padahal mengetahui bahwa hal tersebut harus dirahasiakan untuk kepentingan negara, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 7 (tujuh) tahun.”
-Pasal 227 yang berbunyi: “Setiap orang yang mengumumkan, memberitahukan, atau memberikan kepada orang yang tidak berhak mengetahuinya, seluruh atau sebagian surat, peta bumi, rencana, gambar atau barang yang bersifat rahasia negara yang berhubungan dengan pertahanan dan keamanan negara terhadap serangan dari luar, yang ada padanya atau yang diketahuinya mengenai isi, bentuk, atau cara membuat barang rahasia tersebut, dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun atau denda paling banyak Kategori IV.”
Jika pasal-pasal yang bekaitan dengan keamanan dan rahasia negara seperti di atas masih dipertahankan, maka para jurnalis tidak akan bisa menjalankan liputan-liputan investigatif. Lebih-lebih pasal-pasal seperti itu termasuk pasal karet yang bisa menimbulkan tafsir ganda, sehingga sangatlah mudah menjerat wartawan yang kritis dengan jalur hukum.
Pasal karet serupa juga terdapat dalam pasal 271 ayat (1) RUU KUHP: “Setiap orang yang menyiarkan, mempertunjukkan, atau menempelkan tulisan atau gambar " sehingga terlihat oleh umum, memperdengarkan rekaman sehingga terdengar oleh umum, yang berisi penghinaan terhadap kepala negara sahabat atau orang yang mewakili negara sahabat di negara Republik Indonesia dengan maksud agar isi penghinaan diketahui umum, dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun atau denda paling banyak Kategori IV”.
ANCAMAN TERHADAP KEBEBASAN PERS DILAKUKAN SECARA LEGAL
“Setiap orang memiliki hak atas kebebasan menyampaikan pendapat dan berekspresi; hak tersebut meliputi pula kebebasan untuk menyampaikan pandangannya tanpa campur tangan dan hak untuk mencari, memperoleh dan menyebarkan informasi dan gagasan melalui media apapun serta tanpa ada batasan apapun juga” (Pasal 19 Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia)
Jika pada era Orde Baru lalu pengekangan pers dilakukan lembaga-lembaga pemerintah, seperti Departemen Penerangan dengan SIUPP-nya, Kepolisian dan militer dengan intimidasi melalui telpon dan mendatangi kantor redaksi, kini kebebasan pers diancam dengan RUU Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP). Represi pada kebebasan pers makin nyata. AJI JAKARTA bersama Koalisi Pembela Pasal 28 UUD 1945 menemukan bahwa dalam RUU KUHP terdapat 49 pasal yang bisa digunakan untuk memenjarakan wartawan. Jumlah pasal tersebut lebih banyak dari pasal yang ada dalam KUHP yang sekarang berlaku, yakni 37 pasal.
Diantara 49 pasal RUU KUHP yang membahayakan kebebasan pers tersebut adalah pasal-pasal yang berkaitan dengan keamanan negara. Pasal-pasal serupa juga sudah ada dalam KUHP lama (yang diundangkan sejak tahun 1915 oleh pemerintah kolonial Belanda) dan seharusnya sudah dicabut karena bertentangan dengan demokrasi dan Hak Asasi Manusia. Pasal itu diantaranya:
-Pasal 218 yang berbunyi: “Setiap orang tanpa wewenang membuat, mengumpulkan, mempunyai, menyimpan, menyembunyikan, atau mengangkut gambar potret, gambar lukis atau gambar tangan, pengukuran, penulisan, keterangan, atau petunjuk lain mengenai suatu hal yang bersangkutan dengan kepentingan pertahanan keamanan negara, dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau denda paling banyak Kategori III.”
-Pasal 226 yang berbunyi: “Setiap orang yang mengumumkan, memberitahukan, atau memberikan surat, berita, atau keterangan mengenai suatu hal kepada negara asing atau organisasi asing, padahal mengetahui bahwa hal tersebut harus dirahasiakan untuk kepentingan negara, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 7 (tujuh) tahun.”
-Pasal 227 yang berbunyi: “Setiap orang yang mengumumkan, memberitahukan, atau memberikan kepada orang yang tidak berhak mengetahuinya, seluruh atau sebagian surat, peta bumi, rencana, gambar atau barang yang bersifat rahasia negara yang berhubungan dengan pertahanan dan keamanan negara terhadap serangan dari luar, yang ada padanya atau yang diketahuinya mengenai isi, bentuk, atau cara membuat barang rahasia tersebut, dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun atau denda paling banyak Kategori IV.”
Jika pasal-pasal yang bekaitan dengan keamanan dan rahasia negara seperti di atas masih dipertahankan, maka para jurnalis tidak akan bisa menjalankan liputan-liputan investigatif. Lebih-lebih pasal-pasal seperti itu termasuk pasal karet yang bisa menimbulkan tafsir ganda, sehingga sangatlah mudah menjerat wartawan yang kritis dengan jalur hukum.
Pasal karet serupa juga terdapat dalam pasal 271 ayat (1) RUU KUHP: “Setiap orang yang menyiarkan, mempertunjukkan, atau menempelkan tulisan atau gambar " sehingga terlihat oleh umum, memperdengarkan rekaman sehingga terdengar oleh umum, yang berisi penghinaan terhadap kepala negara sahabat atau orang yang mewakili negara sahabat di negara Republik Indonesia dengan maksud agar isi penghinaan diketahui umum, dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun atau denda paling banyak Kategori IV”.
loading...
No comments:
Post a Comment